Kisah Tentang Seorang Anak Perempuan

Tentang seorang anak perempuan yang menjalani hidupnya dengan berada selalu disampingku ..., kami besar dan tumbuh bersama. Apapun kesedihannya aku selalu berusaha menghapuskannya. Kulindungi dia dari apapun yang membahayakannya. Dia adalah adik sepupuku. Aku dilahirkan sebagai anak tunggal, karena itu ku anggap dia sebagai adik kandungku sendiri.

Sejak bayi kami dibesarkan bersama. Seiring waktu berjalan, kami pun telah sama-sama dewasa. Kami jalani kehidupan masing-masing. Walaupun begitu, tetap saja kuanggap dia masih seperti anak perempuan kecil. Masih ku lindungi dia, tak ingin kesedihan menghinggapinya. Dia yang selalu kurang kasih sayang dari kedua orang tuanya. Bahkan hingga dia dewasa, kebahagiaan tidak pernah dia rasakan. Tidak ada belaian lembut dari orang tuanya untuknya.

Sering dia mengeluhkan ketidakadilan itu padaku. "Kenapa hanya dua orang adikku saja yang disayangi oleh mama dan papaku Mbak, apakah aku bukan anak mereka?" Aku selalu membesarkan hatinya. Kuterangkan pikirannya, kusejukkan hatinya, kusabarkan dia dalam menghadapi semua masalahnya. Aku ingin dia kuat menjalani kehidupan yang memang sulit.

Kini kami telah berumahtangga. Anak perempuan itu kini telah mempunyai dua orang buah hati, putri dan putra. Aku sendiri telah mempunyai satu orang putri. Namun tetap tidak dia menerima kasih sayang dari orang tuanya. Dulu memang dia pernah mengecewakan kami semua, ibuku, budenya sebagai orang tua kedua nya, yang menyekolahkanya hingga dia dapat menyelesaikan sekolah menengah kejuruaannya merasa sangat kecewa dan terpukul, sedih, marah. Namun bukan berarti beliau tak sayang lagi. Tetap kehadirannya di rumah kami terima dengan penuh kehangatan.

Hari ini kuterima kabar yang sangat membuat ku galau ..., pagi ini anak perempuan itu menelpon dan memberikan kabar menyedihkan. Wajahnya terbakar! Begitupun tubuhnya, bibirnya hancur dan melepuh. Kecelakaan semalam membuat semua sakit itu menjadi bagian hidupnya hari ini. Wajahnya dan tubuhnya yang putih mulus harus menerima luka yang akan meninggalkan bekas yang tidak terlupakan.

Suaminya pun hari ini telah berangkat dinas. Kubayangkan dua mahluk kecil keponakan-keponakan ku itu menangis sedih karena ibunya sakit. Tak ada seorangpun yang menjaganya, bahkan orangtuanya pun tidak menengoknya. Kuberitakan hal ini kepada nenek kami, seseorang yang teramat sangat menyayangi anak perempuan itu. Kumohon pada beliau untuk terlebih dahulu menjaganya, karena aku tak punya kuasa untuk ke sana hari ini. Kumohon juga kepada ibuku untuk menengoknya, agar berkurang derita hatinya .... Ternyata masih ada orang yang memperdulikannya.

Anak perempuan itu ..., sampai nafas terakhirku kupastikan akan selalu kujaga dia dan anak-anaknya.

Share:

0 comments